Musik Perjuangan

Selasa, 01 Juni 2010 komentar
Musik Perjuangan


Pada masa Revolusi Kemerdekaan Indonesia, komponis pejuang Indonesia turut berperan dalam perjuangan kemerdekaan dengan menciptakan komposisi lagu yang disebut dengan lagu-lagu perjuangan. Lagu-lagu perjuangan dapat membangkitkan semangat juang untuk membela tanah air, misalanya lagu-lagu yang sudah ditetapkan sebagai lagu-lagu wajib Nasional.


Ciri-Ciri lagu perjuangan:


kebanyakan diciptakan pada masa perjuangan sekitar tahun 1945 – 1950

Syair lagu biasanya dapat membangkitkan semangat perjuangan.



Bentuk komposisi lagu perjuangan ada dua macam, yakni lagu perjuangan dengan semangat berkobar (bentuk Mars), dan lagu-lagu yang menyentuh perasaan (bentuk Hymne).


Bentuk lagu MARS


Mars atau sering disebut Marcia merupakan bentuk lagu yang biasanya digunakan untuk mengiringi parade atau prosesi. Dan sering juga lagu bentuk mars dapat digunakan untuk gerak jalan, seperti pada drum band atau marching band.


Pada lagu mars, birama dapat bervariasi antara lain dari 2/4, 4/4, atau 6/8 dengan aksen pada tiap ketukan. Karena bentuk dan irama permainannya, maka lagu mars menjadi sebuah lagu yang cenderung bersifat memberi semangat, riang dan menghentak-hentak.


Contoh lagu perjuangan yang berbentuk mars antara lain, Indonesia Raya, Maju Tak gentar, Halo-Halo Bandung, dan lain sebagainya.


Bentuk lagu Hymne


Hymne atau gita puja adalah sejenis nyanyian pujaan, biasanya pujaan ditujukan untuk Tuhan atau Dewa. Selain sebagai pujaan hymne juga sebagai bentuk lagu untuk mendoakan, memberi kesan agung, atau pun rasa syukur yang disampaikan dalam bentuk lagu. Kata "hymne" sendiri diserap dari bahasa Yunani ὕμνος/ hymnos "gita puja", yang berasal dari akar kata Proto-Indo-Eropa *sh2em- "menyanyi" dan berkerabat dengan kata Hitit išḫamai "ia menyanyi" dan Sansekerta sāman "nyanyian".


Contoh lagu perjuangan yang berbentuk hymne antara lain, Syukur, Gugur Bunga, Mengheningkan Cipta dan lain sebagainya.


Catatan : Hymnology adalah ilmu yang mempelajari sejarah, sastra, musik, teologia, dan latar belakang penulisan lagu dan pencipta lagu himne.


3. Musik Campursari


Istilah campursari dalam dunia musik nasional Indonesia mengacu pada campuran (crossover) beberapa genre musik kontemporer Indonesia. Nama campursari diambil dari bahasa Jawa yang sebenarnya bersifat umum. Musik campursari di wilayah Jawa bagian tengah hingga timur khususnya terkait dengan modifikasi alat-alat musik gamelan sehingga dapat dikombinasi dengan instrumen musik barat, atau sebaliknya. Dalam kenyataannya, instrumen-instrumen 'asing' ini 'tunduk' pada pakem musik yang disukai masyarakat setempat: langgam Jawa dan gendhing


Seperti sudah disebutkan, bahwa musik campursari merupakan bentuk akulturasi dari keroncong dan musik gamelan jawa yang telah berkembang dari tahun 1970-an. Bentuk pertama campursari pada masa itu masih berupa langgam dari bentuk keroncong yang digubah oleh S. Dharmanto dengan menambahkan unsur saron dari karawitan jawa.


Pada masa itu bertepatan dengan musisi Wonosari, Yogyakarta, yakni Manthous dengan grup CSGK (Campur Sari Gunung Kidul) lewat album Konco Tani turut serta mengibarkan bendera campursari. Selain Manthous, komponis campursari yang turut mempopulerkan jenis musik ini adalah Jujuk Eksa.


Jujuk Eksa adalah panggilan akrab putra dalang Ki Rajak Pramono asal Boyolali. Ia dikenal sebagai pemusik/komposer/arranger irama keroncong-dangdut (congdut). Dari karya-karyanya telah melambungkan nama Didi Kempot, mantan pengamen di jalan Slipi (Jakarta) meroket ke papan atas lewat lagu-lagu Setasiun Balapan, Terminal Tirtonadi, Nunut Ngeyup, Plong, dan lain-lain.

komentar

Posting Komentar

About

my logo

my logo

My Playlist

Pages

Followers